Jakarta (transversalmedia) – Saksi ahli pers dari Universitas Mathla’ul Anwar Banten Ibnu Mazjah yang dihadirkan penggugat dalam sidang lanjutan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Dewan Pers pada Rabu, 21 November 2018, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, secara tegas mengatakan Dewan Pers tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang mengikat bagi wartawan dan media.
“Dewan Pers melanggar UU Pers,” tegas Ibnu saat memberikan pendapatnya ketika ditanya kuasa hukum penggugat Dolfie Rompas tentang kedudukan hukum peraturan-peraturan yang dibuat Dewan Pers tentang Uji Kompetensi Wartawan, Verifikasi Perusahaan Pers, dan Verifikasi Organisasi Pers.
Saksi ahli yang pernah berprofesi sebagai wartawan Harian Merdeka dan Elshinta ini juga mengatakan, surat edaran Dewan Pers yang berisi penerapan peraturan-peraturan, fungsinya bukan sebuah produk hukum yang mengikat, artinya ketika dia (Dewan Pers) membuat sebuah peraturan seharusnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang. “UKW itu seharusnya bukan sebuah hal yang mengikat atau menjadi kewajiban bagi wartawan karena Undang-Undang Pers sendiri tidak secara spesifik memberikan peraturan yang mengharuskan wartawan untuk melakukan apa yang disebut uji kompetensi,” urai Dosen Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul Anwar Banten menjawab pertanyaan kuasa hukum.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim Abdul Kohar (Hakim Ketua), Desbennery Sinaga, dan Tafsir Sembiring, peraih gelar Doktor bidang hukum lewat desertasi mengenai pers ini menjelaskan, kemerdekaan pers artinya adalah segala tindakan menyangkut kebebasan berkespresi dan berpendapat adalah hak yang paling hakiki dan paling mendasar yang dimiliki setiap warga negara dan bukan hanya pers nasional saja tapi hak setiap warga negara.
“Jadi pada intinya Dewan Pers memiliki fungsi pengawasan tanpa disertai pemberian sanksi dan Dewan Pers tidak berhak memberikan sanksi. Dia hanya sekedar menfasilitasi pers saja dan tidak bisa mengeluarkan sebuah kebijakan atau peraturan yang sifatnya mengikat. Dia hanya merupakan representasi dan organisasi pers. Adapun secara operasional menyangkut profesi wartawan yang lebih berperan adalah organsiasi pers dan Dewan Pers hanya sebagai jembatan dari masyarakat dengan organsiasi-organisasi pers itu sendiri,” papar Ibnu.
Ibnu juga berpendapat bahwa Dewan Pers tidak memiliki kewenangan sesuai Undang-Undang Pers untuk menentukan apakah seseorang dikategorikan sebagai wartawan atau bukan. “Jika ada rekomendasi Dewan Pers tentang itu (penentuan tentang wartawan atau bukan) berarti sudah menyalahi Undang-Undang dan merupakan pelanggaran,” ungkap Ibnu lagi.
Mengenai penyelesaian sengketa pers yang ditanyakan oleh majelis hakim, Ibnu menjelaskan, hal itu tidak diatur secara spesifik dalam UU Pers. “Adapun diatur tentang penyelesaian sengketa pers tapi hanya bersifat anjuran yakni hak jawab. Dan itu ditujukan kepada medianya. Dewan Pers hanya melakukan peran mediasi,” urai Ibnu menjawab pertanyaan majelis hakim.
Ketika ditanya Majelis Hakim tentang pembinaan dalam kaitan kesalahan yang dilakukan pers apakah bagian dari perlindungan terhadap Pers, Ibnu menjelaskan, ada terminology yang dikeluarkan Dewan Pers bahwa ada produk jurnalistik dan yang bukan produk jurnalistik. “Media yang sudah terverifikasi akan diangap sebagai produk jurnalistik dan diberikan perlindungan, sementara media yang belum di verifikasi dianggap bukan produk jurnalistik sehingga ini tidak mendapat perlindungan hukum dari Dewan Pers,” kata Ibnu menjelaskan perlindungan kemerdekaan pers yang dijalankan Dewan Pers.
Usai persidangan, kuasa hukum Dolfie Rompas mengatakan, keterangan saksi ahli dalam persidangan kali ini telah membuktikan dua hal penting. “Yang pertama, semua peraturan Dewan Pers adalah melanggar UU Pers dan tidak mengikat bagi insan pers. Dan yang kedua, Dewan Pers tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang mengikat kepada wartawan,” pungkasnya.
Turut hadir dalam persidangan, pihak penggugat, Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi dan Ketua Umum DPN Persatuan Pewarta Warga Indonesia. Sidang lanjutan gugatan terhadap Dewan Pers ini akan dilaksanakan pada selasa 27 November 2018. (*)