Mojokerto (transversalmedia) – Menyambut Hari jadi ke 80 Provinsi Jawa Timur, Pemerintah kota Mojokerto menggelar upacara di halaman Balai Kota Mojokerto, di jalan Gajah Mada nomor 145. Minggu (12/10/2025).
Dengan dihadiri Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, Forum Pimpinan Kepala Daerah (Forkopimda) kota Mojokerto, Sekretaris Daerah dan Kepala OPD, dengan menggunakan pakaian khas Jawa Timur/
Kegiatan diselingi Tari Jurit Sandi Mojopahit, dari sanggar Tari Jankenes Meri.
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari bertindak sebagai inspektur upacara, membacakan sambutan Gubernur Jawa Timur.
Dalam sambutannya, Gubernur menegaskan bahwa delapan dekade perjalanan Jawa Timur merupakan bukti daya tahan, kerja keras, dan kreativitas masyarakatnya. Dengan mengusung tema “Jatim Tangguh, Terus Bertumbuh”, Gubernur mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga semangat kebersamaan dan memperkuat sinergi menuju masa depan yang lebih maju dan berkelanjutan.
“Dari Bumi Majapahit, kita terus menyalakan semangat persatuan dan kemajuan. Jawa Timur akan terus menjadi rumah bagi harapan, laboratorium inovasi, dan pusat pertumbuhan yang menginspirasi Indonesia,” demikian petikan sambutan yang dibacakan Ning Ita, sapaan akrab Wali Kota Mojokerto.
Lebih lanjut, Peringatan Hari Jadi kali ini juga menjadi momentum refleksi atas capaian Jawa Timur sebagai salah satu lokomotif ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jatim pada triwulan II 2025 tercatat mencapai 5,23 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Selain itu, tingkat kemiskinan berhasil ditekan hingga 9,5 persen, bahkan kemiskinan ekstrem menurun signifikan menjadi 0,66 persen.
Gubernur juga menyoroti peran penting sektor pertanian sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional. Dengan produksi padi mencapai lebih dari 12 juta ton, Jawa Timur kembali menegaskan posisinya sebagai lumbung pangan terbesar di Indonesia.
Tak hanya ekonomi dan pangan, Jawa Timur juga mencatat prestasi dalam pendidikan, lingkungan hidup, dan inovasi. Provinsi ini dinobatkan sebagai peringkat pertama nasional dalam implementasi ekonomi hijau dan transisi berkelanjutan, serta memiliki jumlah desa mandiri terbanyak di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemerintah Kota Mojokerto, Jujuk Nurdiansyah A.MD, LLAJ membacakan sejarah singkat Provinsi Jawa Timur.
Diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah untuk mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam mensejahterakan masyarakat, baik melalui peningkatan pelayanan publik maupun melalui peningkatan daya saing daerah. Perubahan ini bertujuan untuk memacu sinergi berbagai aspek dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dengan Pemerintah Pusat.
Guna mencapai kemajuan dan peningkatan kesejahteraan tersebut, diperlukan partisipasi aktif dengan menggalang solidaritas warga daerah agar merasa ikut membangun, ikut menikmati hasilnya dan akhirnya memiliki kebanggaan dan kesetiaan kepada daerahnya. Salah satu bentuk penggalangan solidaritas yang dimaksud adalah adanya identitas daerah, antara lain dalam bentuk hari jadi pemerintahannya.
Berbekal dari idealisme untuk mengembangkan Jawa Timur dan pengalaman penggalian hari jadi berbagai pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, ternyata hari jadi suatu Pemerintah Daerah menjadi sebuah tonggak, menjadi suatu tanda simbolik dimulainya sebuah pemerintahan di suatu daerah. Peristiwa bersejarah itu patut diperingati, sebagai refleksi terwujudnya idealisme, harapan-harapan, keselamatan, kesuksesan dan perjuangan tanpa henti guna meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya. Peringatan Hari Jadi suatu daerah dapat dianalogikan dengan perayaan hari kelahiran seseorang, dihelat dengan iringan segala doa dan harapan-harapan demi kebahagiaan yang bersangkutan di masa mendatang
Dalam rangka melengkapi identitas keberadaannya, Provinsi Jawa Timur yang berposisi sangat strategis, dirasa perlu menemukan hari jadi atau hari “kelahirannya”. Hal itu berarti menemukan suatu tonggak waktu sebagai titik awal dimulainya pemerintahan sebuah provinsi yang telah mengalami perjalanan panjang hingga menemukan bentuk pemerintahan dengan wilayah seperti yang dijumpai sekarang ini. Adapun persoalan-persoalan yang menjadi fokus penelitian Hari Jadi Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :
- Bagaimanakah proses terbentuknya wilayah Jawa Timur hingga menjadi wilayah yang berstatus Pemerintahan Provinsi ?
- Apakah wilayah dan struktur Pemerintahan Provinsi Jawa Timur baru muncul pada zaman Hindia Belanda atau telah ada pada zaman sebelumnya? Bila struktur itu telah ada, bagaimana perkembangannya ?
- Kapankah terbentuknya wilayah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintahannya?
Dalam perjalanan sejarah bangsa, proses pembentukan struktur pemerintahan dan kewilayahan Jawa Timur ternyata memiliki perjalanan sangat panjang. Dari sumber-sumber epigrafis dalam bentuk batu tertulis (Prasasti Dinoyo), diketahui bahwa sejak abad VIII, tepatnya Tahun 780 di Jawa Timur telah muncul suatu satuan pemerintahan; Kerajaan Kanjuruhan di Malang, dengan situs yang sampai kini masih diperdebatkan.
Pada abad X, Jawa Timur menapaki fase baru. Jawa Timur yang semula merupakan wilayah pinggiran dari Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah, kemudian mendapatkan momentum sebagai pusat kekuasaan berbagai kerajaan, seperti Medang (937- 1017), Kahuripan (1019-1049), Daha-Janggala (1080-1222), Singasari (1222-1292) dan Majapahit (1293- 1527). Dalam hal ini, Mpu Shendok (929-947) adalah tokoh paling berjasa yang berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Jawa Timur. Struktur pemerintahannya secara hierarki terdiri dari Pemerintah Pusat (Kraton), Watek (Daerah) dan Wanau (Desa). Struktur ini terus bertahan sampai abad XIII zaman Singasari.
Pada abad XIII terjadi perkembangan baru dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia di Jawa Timur, ditandai dengan munculnya sebuah struktur baru dalam pemerintahan, yaitu Negara (Provinsi). Berdasarkan Prasasti Mulamalurung (1255) dari masa Wisnu Wardhanayang juga bergelar Sminingrat menyatakan bahwa struktur pemerintahan Singasari dari Pusat (Kraton), Nagara (Provinsi), Watek (Kabupaten) dan Wanau (Desa).
Pada masa Kerajaan Majapahit, susunan itu mendapatkan berbagai penyempurnaan, terdiri dari Bhumi (Pusat/Kraton), Negara (Provinsi/Bhatara), Watek/Wisaya (Kabupaten/Tumenggung), Lurah/Kuwu (Kademangan), Thani/Wanua (Desa/Petinggi) dan paling bawah Kabuyutan (Dusun/Rama). Anehnya struktur kenegaraan Majapahit (1294-1527) justru berkembang secara ketat pada masa Mataram (1582-1755). Wilayah Mataram dibagi secara konsentris terdiri dari Kuthagara/Nagara (Pusat/Kraton), Negaragung/Negaraagung (Provinsi Dalam), Mancanegara (Provinsi Luar), Kabupaten dan Desa. Secara etimologis, sebutan Jawa Timur pada zaman Mataram Islam muncul dengan nama Bang Wetan, dengan wilayah meliputi seluruh pesisir wetan dan Mancanagara Wetan (Pedalaman Jawa Timur).
Selanjutnya, setelah huru-hara Cina di Kartasura (1743), seluruh wilayah pesisir utara Jawa dan seluruh Pulau Madura jatuh ke tangan Kompeni, sedang daerah Mataram tinggal wilayah pedalaman Jawa (Mancanagara Wetan-Mancanagara Kulon). Dengan berakhirnya Perang Diponegoro (1830), seluruh Jawa Timur (Bang Wetan) dapat dikuasai Pemerintah Hindia Belanda. Dari Tahun 1830-1928/1929, Belanda menjalankan pemerintahan dengan hubungan langsung Pemerintah Pusat VOC di Batavia dengan para Bupati yang berada di wilayah kekuasaannya. Pemerintah Hindia Belanda sejak awal abad XX menerapkan politik imperialisme modern dengan melakukan intensifikasi pemerintahan dengan membentuk Pemerintahan Provinsi Jawa Timur (Provincient van Oost Java) pada tahun 1929, dengan struktur pemerintahan, wilayah dan birokrasi tidak jauh berbeda seperti yang ada sekarang. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), seperti daerah lain, Jawa Timur diletakkan di bawah pendudukan militer Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menata kehidupan kenegaraan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 19 Agstus 1945 pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh PPKI dibentuklah Provinsi dan penentuan para Gubernurnya. Untuk pertama kalinya R.M.T. Soerjo yang kala itu menjabat Residen Bojonegoro ditunjuk sebagai Gubernur Jawa Timur yang pertama. R.M.T. Soerjo yang dilantik tanggal 5 September 1945, sampai tanggal 11 Oktober 1945 harus menyelesaikan tugas-tugasnya di Bojonegoro, dan baru pada tanggal 12 Oktober 1945 boyong ke Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur, yang menandai mulai berputarnya mekanisme Pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Atas dasar pertimbangan perjalanan sejarah inilah, maka diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Jadi Jawa Timur dan akan diperingati secara resmi setiap tahun, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur.
(Gon)