Mojokerto (transversalmedia) Penanggulangan banjir di Kota Mojokerto, Jawa Timur, membutuhkan anggaran senilai Rp107,4 miliar untuk pekerjaan redesign saluran drainase serta pembangunan lima titik kolam retensi beserta pompa banjir dan pompa lumpur.
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengatakan banjir di Kota Mojokerto menjadi masalah klasik yang perlu penanganan serius dan komprehensif. Selain terus memperbaiki drainase, Pemkot Mojokerto juga berupaya melakukan terobosan dengan membuat kolam retensi dan pompa lumpur.
“Kegiatan pengendalian banjir terus kita laksanakan tiap tahunnya dan itu dapat dilihat dari semakin besarnya alokasi anggaran penanganan banjir pada tiga tahun terakhir,” ujar wali kota yang akrab dipanggil Ning Ita setelah memimpin rapat pemaparan kajian pengendalian banjir drainase sekunder dan tersier Kota Mojokerto di rumah rakyat, Rabu (2/12/2020).
Ning Ita merinci pada tahun 2018, Pemkot Mojokerto sudah menangani saluran drainase sebanyak 16 ruas, kemudian tahun 2019 meningkat menjadi 24 ruas, dan tahun 2020 naik lagi menjadi 64 ruas.
“Tahun 2021 nanti kita akan tangani lagi 93 ruas saluran. Target kita adalah perbaikan 124 ruas dengan panjang 367,948 kilometer,” katanya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Mojokerto ini menyebut letak geografis Kota Mojokerto yang cekung sangatlah mustahil untuk terhindar dari banjir dan genangan. Apalagi, Kota Mojokerto juga diapit beberapa sungai besar, yakni Sungai Brantas, Sungai Ngotok, Sungai Brangkal, dan Sungai Sadar.
“Ketika debit air sungai meningkat, otomatis air dari permukiman warga tidak bisa masuk ke sungai, efeknya terjadilah genangan. Upaya kita saat ini bagaimana agar genangan itu cepat surut dengan menyedot menggunakan pompa air,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bappeko Mojokerto Agung Moeljono mengatakan pekerjaan pembongkaran pembangunan kembali (redesign) dan normalisasi saluran membutuhkan anggaran Rp95,3 miliar, sedangkan untuk kolam retensi dan pompa air sebesar Rp12,1 miliar.
“Redesign saluran Rp95,3 miliar itu termasuk untuk kegiatan rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan. Rinciannya untuk saluran primer sebesar Rp28 miliar, sekunder Rp36 miliar, dan tersier Rp31 miliar,” ucapnya.
Untuk kolam retensi, lanjut Agung, menyentuh lahan seluas 1.525 meter persegi dengan volume 3.962.3 meter kubik yang dibagi menjadi lima lokasi.
“Instansi yang bertanggung jawab terhadap kolam retensi adalah Dinas Pekerjaan Umum (DPU) untuk perencanaan dan pembangunannya dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk konservasi dan pemeliharaannya,” ujarnya.
Agung menyebut total anggaran yang diperlukan untuk penanganan banjir kota mencapai Rp600 miliar. Namun, karena keterbatasan kemampuan anggaran, akhirnya Pemkot Mojokerto memetakan skala prioritas.
“Kita prioritaskan di kawasan yang langsung terdampak dan menyentuh langsung di daerah permukiman serta perkotaan,” ujarnya.
Mantan Kepala BPPKA ini juga menandaskan jika Pemkot Mojokerto sangat fokus untuk penanganan banjir. Bahkan, program pengendalian banjir ini menjadi fokus utama dalam RPJMD era Wali Kota Ika Puspitasari.
“Setelah perjalanan dari masterplan pengendalian banjir tahun 2013 lalu, tahun 2019 dan 2020 ini baru terealisasi kajian drainase. Ini menjadi bukti keseriusan kita untuk menuntaskan persoalan banjir,” katanya.
Ia juga menandaskan jika kebijakan anggaran pemkot juga difokuskan untuk masalah banjir. Ini terlihat dari ploting anggaran yang terus meningkat tiap tahunnya.
“Lima tahun terakhir, pada tahun 2017 sebesar Rp6 miliar, tahun 2018 Rp12 miliar dan pada tahun 2019 dianggarkan Rp34 miliar, tahun 2020 Rp46 miliar, kemudian di-refocusing menjadi Rp25 miliar. Pada tahun 2021 kami anggarkan Rp39 miliar untuk pengendalian banjir,” ujarnya.
(ATR)