Mojokerto (transversalmedia) – DPRD kota Mojokerto meminta pada eksekutif untuk cerdas mengelola dengan anggaran yang seadanya dari dampak kenaikan iuran BPJS kesehatan tahun depan sehingga tahun 2020 warga kota Mojokerto bisa tercover kesehatan gratis, dari upaya itu kenaikan tersebut tidak jadi penghambat program andalan Pemerintah kota Mojokerto. Namun jadi kabar gembira bagi warga kota Mojokerto, akhirnya akan tetap mengcover BPJS Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID) sehingga iuran BPJS gratis bagi warga kota. Padahal sebelumnya mengaku beban APBD berat untuk mengcover BPJS PBID yang mengalami kenaikkan 100 persen pada tahun depan.

Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Agus Wahyudi Utomo, mengatakan dampak kenaikan BPJS ini tentu besar. “Anggaran kita kan terbatas, maka jika naik maka penata anggaran wajib pintar berhitung menghadapi rencana tersebut,” katanya.

Untuk langkah selanjutnya maka Komisi III akan melakukan hearing rapat dengar pendapat (RDP) soal kenaikan BPJS pada 18-19 Nopember mendatang. “Kami akan hearing dengan Dinkes dan BPJS. Langkah apa yang akan dilakukan”, ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mojokerto Christina Indah menjelaskan, selama ini sebanyak 55 ribu warga Kota Mojokerto sebagai PBID BPJS dengan iuran (premi) sebesar Rp 23 ribu per orang. “Pada tahun 2019 ini kita menganggarkan Rp 17 miliar tapi realisasinya sebesar Rp 13,28 miliar”, jelasnya, Selasa (12/11/2020).

Pada tahun 2020 ini Dinkes akan melakukan bersih-bersih dengan memangkas PBID sehingga diistimasikan tinggal 53 ribu orang. “Warga kota yang tidak tinggal di kota, mereka yang sudah menjadi peserta asuransi kesehatan lain, dan mereka yang memiliki asuransi ketenagakerjaan akan kita keluarkan sehingga tidak lagi sebagai PBID”, tandasnya.

Dengan kenaikan Rp 19 ribu, dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu, maka anggaran yang dibutuhkan untuk PBID sebesar Rp 26,6 miliar per tahun. “Dengan demikian yang semula menganggarkan Rp 17 miliar dan membengkak menjadi Rp 26,6 miliar maka anggaran tambahan yang dibutuhkan yakni sebesar Rp Rp 9,6 miliar,” ungkapnya.

Lalu dari mana untuk menutup kekurangan anggaran sebesar Rp Rp 9,6 miliar? Seiring dengan kenaikan premi BPJS, pemerintah pusat akan memberikan kontribusi dengan menaikkan cukai rokok sebesar 32 persen. “Nah kenaikan cukai rokok ini akan diberikan kepada daerah yang membiayai BPJS PBID”, terangnya.

Apalagi, lanjutnya, Kota Mojokerto mendapat tambahan nilai bagi hasil cukai rokok dengan adanya pabrik rokok Bokor Mas di Kota Mojokerto. “Bagi hasil cukai rokok untuk Kota Mojokerto lebih besar dibanding daerah yang tidak ada pabrik rokoknya”, katanya.

Sebelumnya Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengaku beban APBD berat jika iuran BPJS mengalami kenaikan 100 persen. “Kalau benar kenaikan seratus persen, berat sekali beban bagi APBD Kota Mojokerto,” ujar Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari ditemui ruang lobi kantor Pemkot Mojokerto.
USaatntuk itu Wali Kota menolak kenaikan iuran BPJS. “Kami (Pemkot Mojokerto) menolak kenaikan iuaran BPJS kesehatan. Kita sedang lobi-lobi atau mungkin ada dana sering dengan pemerintah pusat”, katanya.
Untuk Kota Mojokerto pada tahun 2017 dengan jumlah penduduk 143.382 jiwa, yang sudah terintegrasi JKN sebanyak 105.094 (73,3%) dengan komposisi PBID 50.563 jiwa (48,1%) dan non PBID 54.531 jiwa (51,9%), masih ada 38.288 jiwa (26,7%) yang belum terdaftar JKN-KIS. Namun pada Januari 2018 sudah 98,8 persen dari penduduk Kota Mojokerto yang sudah tercover JKN-KIS sehingga Kota Mojokerto mendapat predikat Universal Health Coverage (UHC).
“Makanya, kalau kita kurangai hanya penduduk miskin saja yang sebagai PBID maka Kota Mojokerto kehilangan predikat sebagai UHC tapi kalau tidak dikurangi, beban APBD terlalu berat,” ungkap Wali Kota kala itu.

(Gon)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here