Penanganan Covid-19 Jadi Bahan Sorotan DPRD

Mojokerto (transversalmedia) – Proses kinerja satuan tugas tim percepatan penanganan covid-19 jadi bahan sorotan DPRD kota Mojokerto. Sikap yang disoroti adalah salah satunya terkait standar operasional prosedur (SOP) penanganan kesehatan terhadap warga yang sudah dinyatakan reaktif dari hasil test cepat atau rapid test yang belum optimal untuk bisa memutus rantai penyebaran virus corona. 

Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaidi Malik, mengatakan ada beberapa catatan perbaikan SOP dalam percepatan penanganan kasus covid-19. Banyaknya warga yang dinyatakan reaktif dari hasil rapid test covid-19, baik secara massal maupun acak, merupakan gambaran bahwa Kota Mojokerto sudah tergolong sebagai daerah yang rentan penularan virus corona. Namun, kondisi ini tidak dibarengi dengan penanganan kasus covid-19 secara cepat dan tepat. 

“Terhadap warga yang dinyatakan reaktif dari hasil rapid test, satgas percepatan penanganan covid-19 kota Mojokerto, dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan bidang kesehatan, meminta warga yang bersangkutan untuk melakukan isolasi mandiri. Tetapi, hal itu tidak dibarengi dengan penanganan kesehatan yang efektif. Sehingga muncul persoalan, bahkan menjadi beban bagi warga tersebut pada rentang waktu isolasi mandiri, dari soal keterbatasan sarana di rumah, ketersediaan kebutuhan vitamin dan konsumsi untuk menjaga daya imunitas,” papar Juned, sapaan karib Junaidi Malik.  

Dia pun menilai penanganan kesehatan terhadap warga yang dinyatakan reaktif tersebut masih lemah. “Kami mencatat masih banyak kelemahan dalam SOP penanganan covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemkot soal penanggulangan dan pencegahan covid bagi warga yang reaktif sangat lemah dan terkesan sangat mengabaikan keterbatasan warga yang bersangkutan,” lontar Juned. 

Ratusan warga yang sudah dinyatakan reaktif, lanjut Juned, menunjukkan bahwa pengendalian terhadap pencegahan penyebaran covid-19 masih lemah.  “Sampai hari ini sudah ratusan warga yang dinyatakan reaktif, ini juga menunjukkan lemahnya kebijakan program pencegahan covid-19,” singgungnya.  

 “Warga yang bekerja di sektor informal atau pun bekerja di sektor swasta yang harus menjalani isolasi mandiri pasti terdampak secara sosial dan ekonomi, Apakah program JPS (jaring pengaman sosial) langsung menyentuh warga yang bersangkutan? Ini juga patut dipertanyakan. Karena jika JPS sudah berjalan, tentunya keluhan warga soal beban itu tidak terjadi,” lontarnya. 

Juned menambahkan, Dewan memang tidak tergabung dalam Satgas pengananan Covid-19. Meski begitu, peran pengawasan akan dioptimalkan. Pihaknya pun mengaku belum mengetahui secara detail langkah-langkah atau tindakan pencegahan covid-19 yang sudah dijalankan Pemkot Mojokerto.

“Jika sudah ada data detail tentu kami di kalangan anggota Dewan dapat melakukan pengawasan. Semisal berapa dana yang sudah diserap dari porsi anggaran Rp 54 miliar yang disiapkan untuk penanganan kesehatan terkait pandemi covid-19,” tandasnya.

(Gon)

Berita Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terpopuler