Mojokerto (transversalmedia) – Proyek peningkatan jalan Empunala yang sudah rampung tahun lalu (tahun 2022) dan sudah diserahterimakan dari pelaksana konstruksi kepada Pemerintah kota Mojokerto, dipertanyakan lagi tentang teknis pengerjaan oleh DPRD dari komisi II Kota Mojokerto melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman (DPUPRPRKP). Rabu (13/9/2023).

Komisi II dikoordinatori oleh Ketua DPRD Kota Mojokerto Sunarto sedangkan pihak DPUPRPRKP kota Mojokerto dihadiri oleh Plt Kepala DPUPRPRKP Kota Mojokerto Nara Nupiksaning Utama ST CGCAE. CRMP bersama dengan Kabid Bina Marga Endah Supriyani ST MT.

Ketua DPRD kota Mojokerto Sunarto mengungkapkan sebagai jembatan pertanyaan dari warga tentang soal tiang pancang penahan box geter untuk menutup sungai yang semula direncanakan menggunakan beton diganti dengan menggunakan tiang bambu.

Pertanyaan selanjutnya, perbedaan permukaan jalan Empu Nala yang baru saja selesai pengerjaan dari sisi selatan dan sisi utara pengerjaan lama. Jalan sebelah selatan atau yang baru sebagian jalan sudah bergelombang.

Sedangkan pertanyaan kemudian, kenapa dengan anggaran 101 miliar Jalan Empu Nala hanya berstatus kelas tiga, bukan kelas satu?

Dari pertanyaan itu, Plt Kepala DPUPRPRKP Kota Mojokerto Nara Nupiksaning Utama ST CGCAE CRMP didampingi Kabid Bina Marga Endah Supriyani ST MT mengatakan terkait kekuatan tiang beton dengan mengganti cerucuk bambu yang direndam dalam air dengan jumlah yang lebih banyak itu kekuatannya sama, hal itu sesuai rapat justifikasi teknis dengan mengundang aparat penegak hukum (APH) dan tim ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).    

“Pergantian bambu itu secara teknis sudah ada kajiannya dan sudah ada perhitungannya secara pasti untuk kekuatan struktur tidak ada pengurangan sama sekali. Dari yang mengganti 2 tiang beton dari 12 batang bambu sepanjang 4 meteran jadi untuk menopang box cover 5 meter dan 6 meter”, katanya saat menjawab pertanyaan pertama.

Sedangkan menjawab jalan yang bergelombang pada sisi selatan jalan, kronologisnya adanya kecelakaan kereta api maka pengguna kendaraan besar terpaksa dilakukan pengalihan arus jalan sehingga mengakibatkan jalan bergelombang. 

“Jalan Empu Nala itu kelas tiga dengan tonase di bawah delapan ton tapi yang lewat kendaraan dengan tonase di atas delapan ton. Tentu saja mengakibatkan jalan Empu Nala ambles dan bergelombang”, jelasnya.

Terkait kenapa Jalan Empu Nala hanya kelas tiga. Menurutnya, penentuan kelas jalan itu sesuai dengan amdal lalin.

“Kita tidak bisa serta merta merubah kelas jalan, harus ada persetujuan provinsi hingga pusat. Untuk jalan nasional itu kelas satu, jalan provinsi kelas dua, dan jalan kabupaten atau kota kelas tiga”, pungkasnya. 

(Gon)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here