Mojokerto (transversalmedia) – Selasa (5/6/2018) Komisi I DPRD kota Mojokerto dan Organisasi Perangkat Daerah BPKKAD bidang aset melaksanakan konsultasi ke Jakarta, ke Kementrian Agraria Tata Ruang wilayah/Badan Pertanahan Nasional dan Kementrian Perhubungan RI untuk mengurai persoalan keberadaan status tanah warga kota Mojokerto di dua tempat, yaitu warga masyarakat yang menempati tanah egendom/bong bekas makam cina di lingkungan Balongrawe Baru, kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari dan warga masyarakat Miji Baru kelurahan Miji kecamatan Kranggan.
Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik menjelaskan ada dua persoalan tersebut sudah lama tak kunjung ada upaya dan penyelesaian yang jelas bagaimana harapan warga bisa mengajukan sertifikasi hak atas tanah yang sudah di bangun rumah dan di tempati warga sejak puluhan tahun tersebut,
“Masyarakat Balongrawe sudah lama menempati tanah egendom/bong cina yang statusnya merupakan tanah negara tersebut sebagai tempat tinggal bahkan sudah terbangun rumah permanen dan menjadi pemukiman masyarakat yang padat khususnya di lingkungan Balong Rawe, ada sekitar 300 lebih Kartu Keluarga yang menempati, satu sisi yayasan podo langgeng sebagai pengelola makam cina di situ juga sudah habis masa hak guna pakai tanah negara tersebut sejak 2003 dan Pemerintah pusat tdk mengijinkan kembali pengajuan perpanjangan nya”, ujarnya.
Permohonan sertifikat hak atas tanah negara tersebut sebenarnya pertama kali sudah pernah di ajukan ke pusat sejak tahun 1994 sampai tahuan 2000 an di fasilitasi pemkot, walikota waktu itu sudah mengluarkan Surat Keputusan untuk upaya penyelesaian dan pengurusan tanah yang sudah di tempati warga puluhan tahun tersebut, saat itu DPRD juga mengeluarkan rekomendasi agar Pemerintah Kota Mojokerto segera melangkah menyelesaikan harapan masyarakat dan menjadikan area situ sebagai pemukiman warga, saat tahap awal sudah ada sebagian permohonan warga yang berhasil di sertifikasi dan sisanya sampai hari ini belum ada kelanjutan bagaimana kejelasan penyelsaiannya.
Politisi PKB ini menambahkan, persoalan yang kedua adalah sengketa tanah yang di tempati warga Miji Baru, kurang lebih hampir 100 KK, harapan warga Miji Baru juga sama bagaimana bisa mengajukan permohonan sertifikasi hak atas tanah yang sudah di tempati lama sejak tahun 60 an.
“Kronologi sejarahnya warga saat itu membeli pada perangkat desa setempat, dengan keterangan tanah itu tanah negara yang merupakan hak untuk perangkat atau aparat saat itu, bahkan sejak masyarakat bangun rumah dan menempatinya, sejak awal sampai hari ini, masyarakat rutin bayar PBB sebagai kewajiban ke Pemerintah, sejak tahun 1998 beberapa kali warga mengajukan permohonan ke pemerintah untuk dapat menfasilitasi proses sertifikasi tanah yang di tempati, sudah puluhan tahun tersebut belum berhasil dan berhenti di jalan bahkan sudah terbentuk panitia pengurusan di masyarakat tersebut sampai 4 generasi, hingga hari ini Pemkot dan BPN serta intansi terkait tidak bisa berbuat banyak karena satu sisi PT.KAI mengklaim tanah warga Miji Baru tersebut sebagai aset yang dikuasainya digunakan untuk mencukupi kebutuhan nya, tapi dalam upaya penyelesaian sengketa tanah tersebut sejak awal sampai hari ini, PT. KAI tidak bisa membuktikan dokumen otentiknya bahwa tanah tersebut adalah aset yang di kuasai nya, juga sejak tahun 1928 sampai hari ini PT. KAI juga tidak pernah menggunakan dan melakukan kegiatan apapun di lokasi tanah tersebut”, tambahnya.
Sekitar tahun 1990 kepala kantor pertanahan saat itu menyatakan sesuai dengan UU pokok Agraria no 5 tahun 1960 tanah tersebut beralih status menjadi tanah negara bebas yang dikuasai langsung oleh negara.
Junaedi Malik yang akrab dipanggil Gus Juned berpendapat, “Sebenarnya dalam posisi seperti keadaan tersebut sesuai dengan regulasi Permen Agraria/BPN Nomor 3 Tahun 1997 pasal 61 ayat 2 yang garis besar isinya yaitu dalam hak kepemilikan tanah tidak dapat dibuktikan, maka penguasaan secara fisik atas bidang tanah selama 20 tahun berturut turut oleh yang bersangkutan dan para pendahulunya, sesuai PP 24 tahun 1997 pasal 24 ayat 2 maka dapat di gunakan sebagai dasar pembuktian tanah tersebut milik yang bersangkutan”, tanggapnya.
Melihat persoalan warga kota Mojokerto terkait status tanah di dua tempat tersebut yang lama berhenti dan sampai hari ini, belum ada kejelasan tindak lanjut penyelesaian, maka DPRD kota Mojokerto dengan Komisi I yang membidangi pertanahan bersama eksekutif Kabid Aset pada BPPKA melakukan langkah upaya konsultasi ke pusat untuk mencoba mengurai kembali persoalan tersebut dan upaya membuka pintu lagi memfasilitasi ke pihak terkait agar ada mediasi kembali untuk melanjutkan menuntaskan persoalan warga yang sangat mendasar tersebut, sehingga bagaimana ada solusi jelas dan langkah kongkrit serta kebijakan dari semua pihak terkait agar harapan warga masyarakat untuk mengajukan permohonan sertifikasi hak atas tanah yang merupakan tanah negara bebas yang dikuasai negara tersebut bisa terwujud sehingga mendapatkan kepastian hukum yang jelas, bisa menempati rumah dengan nyaman dan aman dan tentram.smg upaya ini menemukan solusi yg terbaik untk warga masarakat di dua tempat tersebut.
(Adv/Gon)