Wawancara Eksklusif Dari Ahli Waris SDN Kranggan 1
Mojokerto (Transversal Media) – Sudah ada titik terang atas temuan dari Mapolresta Mojokerto, atas dugaan kasus sengketa tanah SDN Kranggan 1, tiga tersangka berinisial R, AS, WW dan salah satu tersangka R adalah konglomerat atau pengusaha sukses yang ada di Kota Mojokerto, yang mengakibatkan siswa SDN Kranggan 1 terlantar, selasa (2/1/2018). Akan tetapi coba kita lihat sisi keterangan menurut ahli waris tanah, Suastini, dari almarhum Sareh Sujono mengaku dirinya tidak pernah menjual kepada siapapun, akan tetapi berjalannya dalam waktu selama 40 tahun salah satunya tanah tersebut di klaim Pemerintah Kota Mojokerto menjadi asset yang sekarang berdirinya bangunan sekolah SDN Kranggan 1.
Ahli waris tanah, Suastini, saat diwawancarai oleh Transversal Media, mengaku tanah tersebut dulunya tanah sawah, “tanah itu dahulunya adalah sawah tanah, sekitar tahun tujuh puluhan (sekitar 1970+),” tuturnya. Awal ceritanya, tanah itu masih tercatat dalam buku Petok D, Sareh Sujono (pemilik tanah) menyuruh mensertikatkan orang yang bernama Satir dan Mahfud, “Bapak saya dulu tahun 1975 yang bertempat tinggal di Jakarta mengkuasakan ke pak Mahfud dan Pak Satir, Pak Satir yang dahulunya berkerja sebagai Polo (dahulunya menjabat sebagai Kepala Dusun di kantor Desa Kranggan yang sekarang menjadi kantor Kelurahan Kranggan),” katanya. Kamis (4/1/2018).
Sekitar tahun 1984, Sareh Sujono meninggal selanjutnya sekitar tahun 1987, Suastini salah seorang Ahli Waris tanah pindah ke Mojokerto, Suastini dan suaminya Majid Asnun menagih Sertifikat tanah kepada Satir, “sekitar tahun 1987 dari Jakarta saya pindah dari Jakarta ke Mojokerto, saya dan suami saya menagih Sertifikat ke Pak Satir apa yang telah dikuasakan bapak saya kepada Pak Satir, saya hanya di kasih dua foto copy sertifikat atas nama Abdul Hadi Faqih dan Masiyem, dan belum menerima aslinya tapi Pak Satir menjanjikan sertifikat asli setelah habis lebaran tahun 1988, akan tetapi sebelum lebaran Pak Satir meninggal dunia,” ungkapnya.
28 Januari 2015, Suastini mengajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Mojokerto jln. Bhayangkara, Kota Mojokerto, untuk mengurus pengukuran tanah dan sertifikat, “saya mengajukan sendiri ke BPN untuk mengurusi pengukuran tanah dan sertifikat tanah sampai tiga kali, dan sampai sekarang belum ada penanganan. Trus saya berjuang lagi mempertanyakan hak saya ke BPN, dari pihak BPN menjawab, ”tanah itu sengketa”, sengketa dengan siapa,” Tanya saya. Lanjut BPN, “Tanah itu dianggap sengketa dengan Pemkot, di situ ada tukar guling yang bernama R,” ungkap penjelasan orang berkerudung ini.
Suastini dihadapan Transversal Media mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menjual belikan kepada siapapun, “saya tidak pernah menjual belikan kepada siapapun, dan saya kebingungan atas pernyataan pihak BPN, maksudnya apa ini, padahal dokumen saya ini lengkap” bebernya.
Terpisah, Lurah Kranggan, Darmaji, saat di konfirmasi mengaku bahwa Suastini pernah mengurus pengukuran dan sertifikat, “Suastini sudah mengajukan untuk mengurus ke kelurahan,” saat di desak Transversal Media nama yang tercatat di Petok D Lurah ini mengaku, “memang benar tanah itu tertera nama Sareh Sujono dan tercatat didalam Petok D,” katanya. Akan tetapi lurah yang berbadan gemuk ini mengaku tidak tahu letak lokasi tanah Suastini tersebut, “saya tidak tahu tempat lokasi pemilik ahli waris jika sebelumnya belum ada penanganan dari pihak BPN, karena itu tugas BPN,” tegasnya.
(Gon)